KULIAH-SEKOLAH-MONDOK
BEBAS SPP-BERKUALITAS
Pondok pesantren al-Urwatul Wustqo yg memiliki smua kriteria di atas. bermula dari sebuah aktifitas pengajian al-Quran diselenggarakan di sebuah bangunan musholla pada tahun 1946, satu tahun setelah indonesia merdeka, didirikan oleh KH.M. Ya’qub Husein, berlokasi di desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo tidak terlepas dari figur KH.M.Ya’qub Husein selaku pendirinya.
KH.M. Ya’qub Husein, masa kecilnya bernama Soedjono berasal dari golongan keluarga “abangan,” awam dalam hal agama Islam, hidup di tengah masyarakat Indonesia sebagaimana pada umumnya pada periode tahun itu, yaitu Islam adat. Indikasi tradisional Islam adat di periode ini antara lain mengadakan selamatan menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan acara megengan, menyambut datangnya lailatul qodar dengan maleman, dan berhari raya dengan acara riyayan/ syawalan/ bawalan,walaupun banyak anggota masyarakat yang merayakan ini tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan dakwah para wali dan ulama bisa di bilang baru pada tahap itu.
Soedjono yang selanjutnya menjadi KH.M. Ya’qub Husein, menamatkan sekolah dasar yang saat itu bernama Sekolah Rakyat (SR) di desa Blimbing Kecamatan Gudo, berjarak tempuh sekitar 5 km arah selatan desa Bulurejo, dengan perjalanan kaki setiap hari. Beliau melanjutkan menimba ilmu agama Islam, bermukim di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan KH. Hasyim Asyari, pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi kemasyarakatan terbesar diIndonesia, kakek dari KH. Abdurrahman Wahid, kyai yang menjadiPresidenRIkelima. Pesantren Tebuireng berjarak 3 km arah barat dari desa Bulurejo. Soedjono yang berganti nama menjadi Muhammad Ya’qub bin Husein, tinggal di pesantren itu sampai dewasa dan menjadi mantri guru (Kepala Sekolah).
Setelah senior dalam menimba ilmu, dan kondisi kesehatannya yang sering sakit-sakitan maka beliau “boyong” pulang dan kemudian mendirikan Musholla di rumahnya, di desa Bulurejo, dengan mengajak beberapa teman dari pondok Tebuireng untuk menyelenggarakan aktifitas pengajian al-Qur’an di musholla tersebut.
Pada perkembangan selanjutnya status mushola ini ditingkatkan menjadi Masjid dan difungsikan untuk jamaah sholat Jum’at. Bangunan masjid tersebut mengalami pemugaran yang pertama pada tahun 1955, dan rehab perluasan serambi masjid pada tahun 1965 bersamaan dengan momentum tragedi G-30 S/PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI) punya misi merubah Indonesia menjadi negara komunis dengan cara kekerasan bahkan ada kasus beberapa orang muslim yang tengah menjalankan sholat subuh dibunuh. Usaha mereka gagal sehingga berakibat PKI dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia berikut berdampak terjadinya pembantaian massal secara nasional terhadap para antek partai terlarang tersebut.
Situasi mencekam itu terjadi dan berekses pula pada membludaknya orang yang mencari perlindungan untuk menyelamatkan nyawa dengan tindakan antara lain mendatangi dan berdiam di masjid-masjid, termasuk di masjid Bulurejo. Peristiwa itu menjadi momentum bagi awal ramainya yang datang ke masjid, termasuk untuk sholat Jum’at dimana khutbah Jum’at mempunyai makna penting bagi dakwah Islamiyah.
KH. M. Ya’qub sering bersilaturrohmi ke teman sejawatnya di berbagai desa lain dan mengajak mendirikan masjid-masjid yang arsitektur/ model bangunannya hampir sama. Masjid-masjid tersebut dibangun dalam waktu yang hampir bersamaan dan dipakai untuk pusat dakwah Islamiyah. Masjid-masjid tersebut juga berfungsi sebagai sarana lembaga pendidikan formal Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Beliau juga perintis berdirinya lembaga pendidikan Ma’arif tingkat kabupaten. Melalui Lembaga Pendidikan Ma’arif ini beliau mengajak teman sejawat mendirikan Madrasah Ibtidaiyah pada hampir setiap desa, dengan sarana awal masjid maupun rumah penduduk sebagai ruang kelas. Banyak guru agama diupayakan oleh beliau untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Adanya Madrasah Ibtidaiyah pada saat itu sangat penting sebagai langkah kaderisasi da’i dan mengisi momentum kemerdekaanIndonesia. Banyak di antara lulusan MI tersebut selanjutnya menjadi kiyai yang mendirikan pesantren.
Di Bulurejo, KH. M. Ya’qub mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) 6 tahun, kemudian tahap berikutnya, pada tahun 1969, beliau mendirikan Madrasah Muallimin 4 tahun ( sekolah guru yang disiapkan untuk mengajar di sekolah-sekolah agama Islam, sebagai lanjutan jenjang MI). Pada tahun 1980, satu jenjang Madrasah Muallimin ini berubah menjadi dua jenjang, yaitu Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan Madrasah Aliyah 3 tahun.
Pada tanggal 23 Januari 1976, KH.M. Ya’qub Husein wafat. Kepemimpinan berikutnya dilanjutkan oleh putra pertama beliau, KH. Drs. Muhammadu. Pada periode ini banyak mengadakan pembangunan gedung-gedung, sarana fisik lainnya, dan meningkatkan aktifitas madrasah. Pada tahun 1990 KH. Drs. Muhammadu dipindah tugaskan oleh pemerintah (Departemen Agama RI) di luar lingkungan Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo. Maka estafet kepemimpinan diteruskan oleh KH. Drs. M. Qoyim Ya’qub. Pada periode ini, Pesantren ini mengembangkan kegiatan, thoriqoh dan mendirikan unit pendidikan lain termasuk mendirikan perguruan tinggi.
Dengan demikian, kronologi pergantian pengasuh Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo sejak berdirinya sampai sekarang dapat dirangkum sebagai berikut :
1). KH. M. Yaqub Husein (pendiri), tahun 1946 s/d 1976;
2). KH. Drs. Muhammadu Yaqub, tahun 1976 s/d 1990;
3). KH. Drs. M. Qoyim Yaqub, tahun 1990 s/d sekarang.